Saturday, July 5, 2014

Indonesia yang Lebih Sehat, Cintaku untuk Indonesia

Sumber
Aku dan Indonesia. Jika dulu saya diminta berkomentar tentang ini, pasti komentar saya hanya sebatas, "Aku warga Indonesia, yawes, apa lagi emang?" Itu saja, terkesan simple bahkan acuh tak acuh karena saya memang dulunya belum merasa kecintaan terhadap Indonesia. Tentu saya punya alasan sendiri, yaitu karena Grace kecil kadang diejek teman sekolahnya karena berasal dari golongan minoritas. But, yang lalu biarlah berlalu ya. Saya nggak pengen cerita tentang itu kok. Sekarang semua berbeda, berkat anak saya. Sekarang, saya nggak ingin hanya 'numpang hidup' saja di Indonesia. Saya ingin membawa perubahan untuk Indonesia, karena saya cinta Indonesia.

Bagaimana? Ya dengan hal yang saya bisa dan menjadi fokus saya. Hal yang mungkin masih sederhana dan belum ada apa-apanya dibanding apa yang sudah dilakukan oleh orang-orang hebat. Tapi ndak apa-apa, perubahan kan dimulai dari hal sederhana, yes? :)

Sumber
Jalan yang ditetapkan Tuhan memang ajaib. Kadang terasa terjal dan bikin kita tersandung-sandung. Tapi, siapa yang mengira bahwa jalan terjal itu ternyata disertai hikmah luar biasa? Itulah yang saya rasakan dari disabilitas putri saya. Lahir dengan Congenital Rubella Syndrome, Ubii (anak saya) mendapat 'kado' berupa kebocoran jantung, gangguan pendengaran sangat berat, dan retardasi psikomotorik. Usianya kini 2 tahun, tapi kemampuan motorik dan kognisi nya masih seperti bayi berusia 5-6 bulan. Sedih? Sudah pasti. Tapi kita sama-sama tau, bahwa tiap kita sedih, kita punya 2 pilihan: mau tetap sedih terus-terusan sampai atau mau bangkit dan mengolah kesedihan menjadi hal yang bermanfaat untuk diri sendiri (dan kalau Tuhan mengizinkan, bermanfaat untuk orang lain juga). Saya pilih yang kedua. Titik.


Keadaan Ubii dengan Rubella membuat saya termotivasi untuk belajar tentang seluk-beluk TORCH, khususnya Rubella. TORCH, yang selama ini saya teriakkan, adalah Toksoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, dan Herpes Simpleks. Semua orang bisa terinfeksi TORCH. Tapi, infeksi ini akan SANGAT berbahaya jika menyerang ibu hamil karena bisa mempengaruhi perkembangan janin. Akibatnya, bayi bisa lahir dengan disabilitas dan gangguan kesehatan bawaan seperti yang dialami anak saya.

Ketika saya mendapati keadaan Ubii, saya marah pada dokter kandungan yang saya temui. Mengapa mereka nggak mengedukasi saya? Mengapa mereka nggak menyuruh saya untuk screening TORCH? Mengapa mereka dengan yakinnya berkata bahwa janin saya 100% sehat? Saya marah pada Indonesia. Mengapa pemerintah nggak melakukan sosialisasi TORCH? Mengapa edukasi TORCH terasa eksklusif? Mengapa di rumah sakit, klinik bersalin, dan puskesmas nggak ada brosur atau pamflet yang membuat para pasien ngeh apa itu TORCH? Intinya, saya menyalahkan orang lain. Lama-lama saya sadar, saya juga turut ambil bagian dalam kesalahan ini. Lhah, saya yang hamil. Saya yang mau punya anak. Kok saya nggak mengedukasi diri saya sendiri? Kok saya nggak aktif mencari tau apa yang perlu dipahami selama hamil? Ini kan janin saya, ya saya adalah orang yang paling bertanggungjawab untuk kesehatannya dong. Bukan orang lain. Bukan dokter, bukan bidan, dan bukan pemerintah. Saya. Ibunya.

Blaming others is too easy, realizing our own mistakes is not that easy. Tapi syukurlah, masa menyalahkan orang lain sudah terlewati. Saya nggak mau jalan di tempat terus dengan menyalahkan orang lain. Memang, belum semua dokter kandungan aktif menyebarkan sosialisasi TORCH. Memang, pemerintah juga belum mulai menggalakkan sosialisasi TORCH. Memang, TORCH belum mendapat perhatian sehingga biaya screening yang mahal pun juga belum diberi subsidi. Memang, edukasi TORCH masih eksklusif di Indonesia. Then what? Menunggu sampai pemerintah Indonesia bergerak? No way. Saya mau ikut ambil bagian. Saya mau bergerak. Ini bentuk kecintaan saya pada Indonesia, terutama pada kaum ibu dan anak-anak. Ini bentuk kecintaan saya terhadap masa depan anak-anak Indonesia.

Mengapa saya mau ikut ambil bagian? Yang sudah sering berkunjung ke blog saya atau blog Ubii (dih, geer amat sih Ges?!) pasti sudah tau alasannya. Tapi biarlah saya teriakkan lagi di tulisan ini. Alasannya:
  1. Infeksi TORCH pada ibu hamil dapat menyebabkan bayi lahir dengan kebocoran jantung, gangguan pendengaran, katarak bawaan, hepatosplenomegali, mikrosefali, trombositpenia, ganguan motorik, gangguan kognisi, encephalitis, bahkan keguguran. Saya yakin kita semua setuju bahwa yang saya sebutkan barusan BUKAN hal sepele. BUKAN hal yang bisa sembuh dalam hitungan hari. BUKAN hal yang bisa sembuh hanya dengan minum obat beli di warung dekat rumah. Ya kan?
  2. Infeksi TORCH pada ibu hamil yang menyebabkan anak lahir dengan disabilitas membutuhkan biaya pengobatan atau rehabilitasi yang sangat besar. Contohnya anak saya. Gangguan pendengaran menyebabkan Ubii butuh memakai alat bantu dengar. Biaya sepasang alat bantu dengar bisa kita gunakan untuk membeli 2 buah motor matic. Belum lagi biaya konsultasi dokter, obat rutin, fisioterapi, tes pendengaran, USG jantung, dan lain-lain. Untuk alat bantu dengar sendiri, sudah kah ada subsidi? Belum. Bayangkan, bagaimana dengan mereka yang kurang mampu? Saya yakin kita semua setuju kalau biaya yang dibutuhkan sama sekali nggak kecil.
  3. Infeksi TORCH pada ibu hamil BISA dicegah. Ini yang saya perjuangkan. Sosialisasi dan edukasi TORCH, supaya para calon ibu hamil dapat mencegahnya dengan screening TORCH. Memang terasa mahal, sekitar 2,5 juta. Tapi mari kita bandingkan 2,5 juta untuk mencegah dengan biaya pengobatan yang bisa mencapai puluhan juta. Saya yakin kita semua setuju bahwa peribahasa 'Lebih baik mencegah daripada mengobati' itu benar adanya.
  4. Infeksi TORCH yang membuat bayi lahir dengan disabilitas pasti pada awalnya membuat para orangtua galau bingung dan hancur. Saya mengalami itu. Saya bingung harus bagaimana. Saya nggak tau saya harus cerita pada siapa. Saya cari komunitas atau yayasan atau apapun yang berisi kumpulan orangtua dengan pengalaman seperti saya. Hasilnya, nihil. Saya merasa terasing sendirian. Saya nggak mau ibu lain mengalami kebingungan seperti saya. Saya pengen mereka punya teman sepengalaman untuk bertukar isi hati dan informasi. Saya pengen mereka tau, mereka nggak pernah dan nggak akan sendirian.
  5. Infeksi TORCH pada ibu hamil belum benar-benar mendapat perhatian dari dinas kesehatan. Mau tunggu sampai kapan? Harus ada berapa Ubii-Ubii lainnya dulu sampai TORCH mendapat atensi? Maaf, saya nggak bisa menunggu saat itu tiba. Maaf, saya bukan orang yang mau sabar untuk urusan yang sama sekali nggak sepele ini. Maaf, saya harus mulai bergerak. Sekarang. Bukan besok, bulan depan, atau tahun depan. Ini beban moral bagi saya.
Bagaimana caranya? Sederhana saja. Sesuai apa yang saya bisa. Saya cuma bisa menulis. So, then I wrote. Saya tulis cerita tentang Ubii di sebuah portal parenting. Saat itu belum mulai aktif menulis di blog lagi. Hehehe. Ternyata banyak yang membaca tulisan saya. Sesuai harapan saya, ibu-ibu yang baru mendapati anaknya terinfeksi TORCH jadi bisa 'menemukan' saya untuk saling curhat. Saya memang nggak bisa kasih apa-apa. Saya cuma bisa jadi temen curhat mereka. Tapi, paling nggak, saya bisa meyakinkan mereka kalau mereka nggak sendirian dan harus tetap semangat.

Tulisan ini bisa dibaca di sini
Puji Tuhan, di-share 277 kali
Sejak ada tulisan itu di portal parenting, nggak terhitung teman baru ibu dengan anak yang seperti Ubii yang saya kenal. Memang saya mencantumkan nomor hape dan pin BBM saya di tulisan itu sehingga mudah dihubungi. Saya sebetulnya heran kok bisa mereka menemukan tulisan itu. Usut punya usut, ternyata tulisan saya itu ada di urutan pertama Google Search dengan keyword 'anak rubella.' Wah syukurlah, padahal saya buta banget tentang SEO dan sebangsanya. Thank you internet! :)


Karena teman baru yang saya kenal sudah cukup banyak, saya rasa sosialisasi TORCH nggak cukup hanya lewat BBM. That's why, tanggal 2 Oktober 2013, saya membuat Rumah Ramah Rubella sebagai wadah baru untuk melancarkan visi saya. Visi nya sederhana saja, nggak muluk-muluk dulu, yaitu meningkatkan awareness masyarakat Indonesia, khususnya para calon ibu, tentang infeksi TORCH. Lewat Rumah Ramah Rubella, kami menyerukan pentingnya pencegahan TORCH dengan screening. Kami mencari materi dari internet, lalu kami share ke Rumah Ramah Rubella supaya anggota bisa belajar bersama. Kami juga mengadakan seminar untuk umum dengan tema mengenali ciri-ciri gangguan TORCH pada anak.


Sosialisasi TORCH nggak hanya kami lancarkan dalam bentuk seminar, tapi juga kalender. Kalender ini menampilkan foto-foto anak-anak di Rumah Ramah Rubella dengan harapan kita bisa sama-sama melihat sebegitu jahatnya infeksi TORCH pada ibu hamil. Kalender ini juga dilengkapi dengan edukasi TORCH yang sumbernya kami ambil dari materi seminar, sehingga bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Kampanye tentang pentingnya pencegahan TORCH juga kami serukan lewat pin dan kaos. Ini media yang simple, sekaligus sebagai kesempatan untuk fund raising. Maklum, dengan usia yang muda dan bentuk yang masih hanya komunitas, dana harus kami usahakan sendiri. Hehehe.


Ternyata meningkatkan awareness masyarakat tentang pentingnya screening TORCH saja masih kurang. Ada beberapa anggota Rumah Ramah Rubella yang membutuhkan informasi terkait rehabilitasi buah hatinya (fisioterapi, terapi wicara, terapi mendengar, dan lain-lain). Ini jelas harus diperhatikan juga lantaran nggak semua orangtua mampu membawa anaknya terapi. Ada beberapa kendala seperti biaya, ketiadaan tempat terapi, jarak yang cukup jauh antara rumah dan tempat terapi, atau nggak punya kendaraan untuk membawa anaknya terapi. Maka dari itu, Rumah Ramah Rubella juga mengadakan workshop AVT (Auditory Verbal Therapy) alias terapi mendengar.
 

Keterbatasan tenaga, waktu, dan biaya di Rumah Ramah Rubella membuat kami nggak bisa rutin mengadakan seminar atau workshop. Maka kami mensiasatinya dengan merekam sesi terapi anak-anak yang beruntung bisa mengikuti terapi dan mengunggahnya ke channel YouTube Rumah Ramah Rubella. Harapannya, dengan workshop dan video ini adalah orangtua yang terkendala membawa anaknya terapi bisa belajar dan mempraktikkannya di rumah.


Cinta pada Indonesia yang sehat juga diwujudkan dengan menyambut baik undangan untuk sharing seputar TORCH di beberapa talkshow dan perusahaan. Tujuannya untuk menggaungkan pentingnya screening TORCH dan meningkatkan awareness masyarakat. Kami di Rumah Ramah Rubella selalu menyambut baik tawaran berbagi, baik dengan atau tanpa imbalan. Mendapat tempat dan kesempatan saja sudah kami syukuri. Ayo kalau ada yang pengen disambangi sharing dari kami, we will be more than happy to come. :)

Diundang oleh Poltekkes Yogyakarta
Diundang oleh mahasiswa kedokteran UGM
Diundang oleh talkshow dr. Oz Indonesia
Diundang oleh PT Alfamart Trijaya
Diundang oleh PT Avrist Assurance
Diundang oleh Siloam Hospitals dan Berita Satu TV
Itulah hal sederhana yang saya lakukan untuk Indonesia. Menurut saya, rasa cinta pada Indonesia, seperti kata Pak Dhe, nggak cukup hanya dengan diteriakkan, "Aku cinta Indonesia." Tapi, bukan berarti kita harus melakukan hal yang wah untuk mewujudkannya. Buat saya, cinta pada tanah air bisa diwujudkan dengan hal sederhana, dengan mencari dan memahami apa yang menjadi perhatian dan kepedulian kita. Lalu giat menjalankannya, walau mungkin perjalannya nggak mudah. Berdoa dan berusaha sambil mengingat tujuan awal kita. Kemudian mengumpulkan orang yang memiliki suara yang sama untuk diperjuangkan. Didasari niat baik, niscaya mestakung dan Tuhan memudahkan. Itu yang saya alami dan rasakan. Dari sekedar koar-koar di BBM, bertransformasi menjadi tulisan, lalu bisa menjadi komunitas, diundang untuk berbagi, dan ada saja yang membantu. Ternyata masih banyak manusia yang memiliki kepedulian tinggi. Saya rasakan itu dari dua kawan saya yang memiliki sebuah usaha, dan berbesar hati mendonasikan sekian persen dari hasil penjualannya untuk Rumah Ramah Rubella. Benar kata Mahatma Gandhi, don't lose hope in humanity.

Uluran tangan dari Rabbit Hole
Uluran tangan dari Blackmouz Milestone Clothing

Tahun ini ada 3 anak di Rumah Ramah Rubella yang berpulang ke hadirat-Nya akibat dampak dari infeksi TORCH yang berat. Perjuangan ini untuk mereka. Anak-anak yang berjuang melawan dampak infeksi TORCH sampai akhir hayat mereka dan yang saat ini masih berjuang, termasuk anak saya. Perjuangan ini untuk mereka. Para orangtua yang kehilangan. Perjuangan ini untuk mereka. Para calon orangtua yang dilanda kecewa karena terlambat menyadari bahwa infeksi TORCH bisa dicegah dengan screening TORCH. Perjuangan ini untuk mereka. Para orangtua baru yang hatinya tercabik karena bayi mereka lahir dengan disabilitas. Perjuangan ini untuk mereka. Para orangtua yang kesulitan dari segi apa pun dalam mengobati dampak infeksi TORCH pada anak-anak mereka. Perjuangan ini untuk mereka. Para calon ibu yang harus mengedukasi diri supaya anaknya kelak terlahir sehat dan utuh. Perjuangan ini untuk mereka. Para calon ayah karena ayah pun wajib ikut berperan dalam menyehatkan calon anak-anaknya. Perjuangan ini untuk mereka. Anak-anak Indonesia supaya terlahir sehat karena akan banyak yang harus diperjuangkan jika mereka lahir dengan kebutuhan khusus. Perjuangan ini untuk Indonesia. Yang lebih sehat.

Akhirnya, saya ingin berbagi apa yang dikatakan oleh Mr. John. F. Kennedy, "Jangan tanya apa yang bisa Indonesia berikan untuk Anda. Tanyalah pada diri Anda sendiri, apa yang bisa Anda lakukan untuk Indonesia." (Saya ganti kata negara dengan Indonesia ya karena kita tinggal di Indonesia)

Sumber




16 comments:

  1. Terima kasih atas partisipasi sahabat dalam Kontes Unggulan :Aku Dan Indonesia di BlogCamp
    Dicatat sebagai peserta
    Salam hangat dari Surabaya

    ReplyDelete
  2. bravoooo mak Gess...langkah nyata yang didorong oleh kepedulian dan rasa cinta pada negara dan anak-anak bangsa..Semoga menang yaaah...cheers et salam kangen,,

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ah, Mak Indah.. I miss you too... Hiks. Kapan ya bisa ketemu lagi. Mak Indah ikutan ini juga nggak? Cheers et muah muah :p

      Delete
  3. keren mak, ..semoga menang yah..
    saudara sy juga ternfeksi rubella, dan masih berjuang utk terapi...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih Mak kunjungannya. Salam semangat untuk saudaranya ya. Umur berapa saudaranya Mak? Kalau berkenan boleh gabung ke RRR saling menyemangati :)

      Delete
  4. Terharu bacanya, Mak Gesi. Tahap-tahap kehidupan memang tak mudah, tapi selamat sudah berbuat untuk banyak orang. Semoga Ubii juga kuat, sekuat maminya.
    Kala hamil Palung, saya cuma baca buku panduan kehamilan dan di sana tidak banyak bahas soal TORCH/campak Jerman secara mendetail. Seakan awak medis Indonesia pun tidak tahu banyak. Jadi hal yang harus saya lakukan hanya mencoba menjaga diri dan janin dari kemungkinan penyakit yang berbahaya bagi bumil (ibu hamil). tapi 'kan tidak semua orang bisa mawas, bagaimana dengan yang kecolongan karena tidak tahu atau tidak peduli? Makanya sosialisasi kesehatan bagi bumil pun sangat penting. Seandainya saja bisa sampai ke pelosok daerah terpencil di wilayah Indonesia bagian mana pun.
    Sosialisasi Mak Gesi telah membawa arti bagi saya juga, pengetahuan saya bertambah. Semoga saja seiring waktu Rumah Ramah Rubella mendapat tempat bagi masyarakat luas di Indonesia. Seandainya saja screening TORCH bisa dilakukan gratis di puskesmas terdekat. Seandainya saja pemerintah pun tergerak untuk mengedukasi rakyatnya.
    Apa pun itu, selamat, ya, Mak. Sudah berbagi ilmu pada Indonesia.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nama anaknya Palung, Mak? Keren banget. Unik. Doakan aja ya Mak supaya itu bisa terwujud. Sebenernya RRR ada wacana untuk membuat brosur/pamflet ttg TORCH lalu bekerja sama dg puskesmas utk menyebarkan itu di puskesmas. Tapi sementara ini masih terkendala biaya dan tenaga. Semoga segera dapat solusi. Amin. Kalau untuk subsidi gratis screening, hmm, kayaknya masih agak jauh ya.. Awareness nya dulu yg harus ditingkatkan. Tapi harus tetap semangat. Sedikit-sedikit lama-lama jadi bukit, semoga. :)

      Delete
  5. Makasih info dan ilmunya yang bermanfaat banget, Mak, semoga menang dan sukses selalu ya Mak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih doanya Mak. Amin. Ayo ikutan lomba nya Pad Dhe juga :D

      Delete
  6. Mama Ubiii, suka banget denga sharing yang seperti ini. Menambah pengetahuan.


    Semoga ada tindak lanjut serius dr pemerintah, ya.

    Sun sayang buat Ubiii.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tengkyu Mak Idah udah mampir. Amin amin amin, semoga ya Mak. Sun sayang kembali dari Ubiibo :***

      Delete
  7. Replies
    1. Makasi Mak Lid, doa Mak Lid manjur nih, hihi :*

      Delete
  8. emak satu ini emang keren banget sih...
    indonesia bakal lebih sehat klo bnyk org2 seperti mami ubii, semoga :)

    ReplyDelete

Thank you for giving your comments. Means A LOT to me. If you ask me a question in this comment section, but need answer ASAP, please poke me on my Instagram @grace.melia ^^